Minggu, 02 Desember 2018

Kehancuran Bumi Dalam Agama Buddha


Sebelum kita memasuki pembahasan mengenai kehancuran dan pembentukkan kembali alam semesta, ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal hal-hal yang berkaitan dengan alam semesta.

A.  Lima Kolāhala
Kolāhala artinya seruan verbal yang dimulai oleh beberapa orang yang mengatakan, “Ini akan terjadi.” Sebelum peristiwa sebenarnya terjadi, muncul di antara orang-orang yang berkumpul dan berbicara mengenai hal-hal yang akan terjadi dalam bahasa yang sama dan suara yang bulat.
Kolāhala tepatnya adalah seruan-seruan yang dilakukan dengan penuh kegembiraan oleh banyak orang sebagai suatu pertanda sebelum hal sebenarnya terjadi. Bukan berarti, seperti kegemparan yang terjadi di kota-kota atau di desa-desa yang meramalkan sesuatu yang tidak benar.
Ada lima jenis Kolāhala di dunia ini:
1) kappa-kolāhala
2) cakkavati-kolāhala
3) buddha-kolāhala
4) maṅgala-kolāhala
5) moneyya-kolāhala

1. Kappa-kolāhala
Kolāhala yang mengingatkan umat manusia akan hancurnya dunia disebut kappa-kolāhala. Ketika saat hancurnya dunia sudah mendekat, dewa bernama Lokavyūha dari alam kenikmatan indria (kamāvacara-dewa), dengan mengenakan pakaian merah, dan rambut tergerai, mengusap air matanya, menyusuri jalan-jalan yang digunakan oleh manusia dan berteriak dengan keras hingga terdengar oleh umat manusia di segala penjuru, seratus tahun sebelum peristiwa sebenarnya terjadi.
“Teman-teman, seratus tahun sejak hari ini, dunia akan hancur! Samudra raya akan mengering! Bumi, Gunung Meru, semuanya akan terbakar dan hancur (jika dunia akan hancur oleh api), akan terjadi banjir besar dan hancur (jika dunia hancur oleh air), akan tertiup oleh badai angin dan hancur (jika dunia hancur oleh angin), dunia akan hancur dimulai dari bumi dengan Gunung Meru dan samudra hingga Alam Brahmā! Teman-teman, kembangkan cinta kasih (mettā), kembangkan welas asih (karuṇā), kembangkan rasa bahagia atas kebahagiaan orang lain (muditā), kembangkan ketenangseimbangan (upekkhā) yang merupakan sifat Brahmā! Layani orangtuamu dengan penuh hormat! Berbuatlah kebajikan! Jangan gegabah!”Seruan ini yang dilakukan sambil menangis keras disebutkappa-kolāhala.


2. Cakkavatti-kolāhala
Kolāhala yang muncul di alam manusia yang menyerukan bahwa “Seorang raja dunia akan muncul” yang memerintah seluruh alam manusia di empat benua besar termasuk pulau-pulau kecil di sekelilingnya yang berjumlah dua ribu, disebut cakkavatti-kolāhala.
Dewa penjaga dunia (lokapāla), dari Alam Dewa Kāmāvacara, yang telah mengetahui terlebih dahulu akan munculnya seorang raja dunia, menyerukan di jalan-jalan dan tempat-tempat umum dan meneriakkan kepada umat manusia di segala penjuru mengenai peristiwa yang akan terjadi seratus tahun mendatang.
“Teman-teman, seratus tahun sejak hari ini, seorang raja dunia akan muncul di dunia ini!”Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut cakkavatti-kolāhala.

3. Buddha-kolāhala
Kolāhala yang memberitahukan kepada umat manusia di dunia bahwa, “Seorang Buddha akan muncul,” disebut Buddha-kolāhala. Para Brahmādari Alam Suddhāvāsa, mengetahui terlebih dahulu mengenai peristiwa munculnya Buddha Yang Mahatahu, mengenakan pakaian brahmā, perhiasan, dan mahkota, dengan gembira menyusuri jalan-jalan dan tempat-tempat umum dan menyerukan kepada umat manusia di segala penjuru.
“Teman-teman, seribu tahun dari hari ini, seorang Buddha Yang Mahatahu akan muncul di dunia ini!”Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut Buddha-kolāhala.
(Pernyataan bahwa Buddha-kolāhala terjadi seribu tahun sebelum munculnya seorang Buddha, harus mempertimbangkan umur kehidupan Buddha tersebut. Bodhisatta Dīpankara, Kondañña, Maṅgala, dan lain-lain yang berumur panjang, menikmati kehidupan istana selama sepuluh ribu tahun atau lebih, melepaskan keduniawian, mempraktikkan dukkaracariya dan menjadi Buddha.
Buddha-kolāhala terjadi di alam surga, dan karena kolāhala tersebut, para Dewa dan Brahmādi seluruh sepuluh ribu alam semesta mendatangi Bodhisatta dewa dan mengajukan permohonan. Setelah permohonan disetujui barulah Brahmā Suddhāvasaturun ke alam manusia, menyusuri tempat-tempat umum dan menyerukan ramalan ini. Oleh karena itu, bisa lebih dari seribu tahun, atau lebih dari lima ribu tahun, mungkin sembilan atau sepuluh ribu tahun setelah Buddha-kolāhala ini baru seorang Buddha yang berumur panjang muncul. Jadi, harus dipahami, bahwa pernyataan “Buddha-kolāhala terjadi seribu tahun sebelum kemunculan Buddha” tidak berlaku untuk semua Buddha. Namun hanya berlaku untuk Buddha-Buddha yang berumur pendek seperti Buddha Gotama.

4. Maṅgala-kolāhala
Karena keraguan akan arti dari Maṅgala (berkah), umat manusia berkumpul dan mengartikan dengan caranya masing-masing, dan mengatakan “Ini disebut Maṅgala!,” “Ini disebut Maṅgala!,” sehingga menimbulkan keributan, “Mereka bilang ini Maṅgala.” Suara-suara perdebatan ini disebut Maṅgala-kolāhala. Brahmā Suddhāvāsa yang telah mengetahui sebelumnya bahwa Buddha akan memberikan khotbah yang menjelaskan tentang Maṅgala, mengetahui pikiran umat manusia yang mencari kebenaran mengenai berkah, menyusuri tempat-tempat umum dan menyerukan kepada umat manusia di segala penjuru dua belas tahun sebelum Buddha memberikan khotbah-Nya.
“Teman-teman, dua belas tahun sejak hari ini, Buddha akan memberikan khotbah Maṅgala!” Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut Maṅgala-kolāhala.

5. Moneyya-kolāhala
Kolāhala sehubungan dengan praktik pertapaan moneyya (latihan mulia) disebut moneyya-kolāhala (Penjelasan mengenai praktik moneyya terdapat dalam kisah Thera Nālaka.) Brahmā Suddhāvāsa yang telah mengetahui sebelumnya bahwa seorang bhikkhu di alam manusia akan mendatangi Buddha untuk menanyakan mengenai pertapaan moneyya, menyusuri tempat-tempat umum dan menyerukan kepada umat manusia di segala penjuru tujuh tahun sebelum Buddha mengajarkan.
“Teman-teman, tujuh tahun sejak hari ini, seorang bhikkhu akan mendatangi Buddha dan menanyakan mengenai Dhammamoneyya!”Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut moneyya-kolāhala.
Dari kelima kolāhala tersebut terdapat salah satunya adalah mengenai hancurnaya dunia (kappa-kolāhala), inilah yang akan dibahas pada tulisan ini.

B.  Usia Alam Semesta
“Para Bhikkhu, jika ada sebuah batu cadas, panjang satu mil, lebar satu mil, tinggi satu mil, tanpa ada retak atau cacat dan setiap seratus tahun ... (S.XV.5). Menurut Tipiṭaka alam semesta ini melalui suatu proses pembentukan dan kehancuran yang berulang-ulang dan berawal dari asal mula waktu yang awalnya tak terpikirkan. Proses berulang tersebut sudah setua usia waktu itu sendiri yang tak terbayangkan. Pembentukan yang terakhir adalah alam semesta yang kita huni ini. Awal pembentukannya telah berlangsung selama lebih dari satu asaṅkheyya kappa yang lampau.
Bumi telah banyak kali hancur dan terbentuk kembali, siklus dari hancur, lalu terbentuk, hingga hancur kembali disebut satu siklus dunia yang di Tipitaka disebut “maha kappa”.

C.  Kappa
Lamanya satu kappa tidak dapat dihitung dalam satuan tahun. Misalnya ada sebuah lumbung yang panjang, lebar dan tingginya masing-masing satu yojanā, dan berisi penuh dengan biji mostar yang kecil-kecil. Anda membuang sebutir biji tersebut satu kali dalam satu abad; semua biji itu akhirnya akan habis dibuang, namun periode yang disebut kappa itu mungkin masih belum berakhir. (Dari sini, disimpulkan bahwa kappa adalah suatu masa yang yang sangat lama sekali).

1.    Pembagian Kappa
Kappa terdiri dari enam bagian:
(1) mahākappa,
(2) asaṅkheyyakappa,
(3) antarakappa,
(4) āyu kappa,
(5) hāyana kappa, dan
(6) vaddhana kappa.

Satu mahākappa terdiri dari empat asaṅkheyyakappa, yaitu:
(1) kappa dalam proses penghancuran (saṁvaṭṭa kappa),
(2) kappa dalam saat proses penghancuran berlangsung (saṁvaṭṭaṭṭhāyī kappa),
(3)  kappa dalam proses pembentukan (vivaṭṭa kappa), dan
(4) kappa saat proses pembentukan berlangsung (vivaṭṭaṭṭhāyī kappa).            

Dengan kata lain, empat asaṅkheyya kappa ini disebut:
1)      saṁvuṭṭa asaṅkheyyakappa,
2)      saṁvaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa,
3)      vivaṭṭa asaṅkheyya kappa, dan
4)      vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa
keempat kappaini membentuk satu mahākappa.

Dari empat asaṅkheyya kappatersebut, saṁvaṭṭa kappa adalah periode yang dimulai sejak turunnya hujan yang luar biasa deras yang menandai hancurnya kappa hingga padamnya api jika kappa itu hancur oleh unsur api; atau hingga surutnya banjir jika kappaitu hancur oleh unsur air; atau hingga redanya angin badai jika kappa itu hancur oleh unsur angin.
Saṁvaṭṭaṭṭhāyīkappa adalah periode yang dimulai sejak saat hancurnya alam semesta oleh unsur api, air atau angin hingga turunnya hujan deras yang menandai terbentuknya alam semesta.
Vivaṭṭa kappa adalah periode yang dimulai sejak turunnya hujan yang luar biasa deras yang menandai pembentukan semesta baru hingga terbentuknya matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planet.
Vivaṭṭāṭṭhāyī kappa adalah periode yang dimulai sejak munculnya matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planet hingga turunnya hujan deras yang menandai dimulainya penghancuran alam semesta.
Jadi, ada dua jenis kappa di mana hujan turun dengan luar biasa deras. Pertama, hujan deras di seluruh alam semesta yang akan hancur. Kemudian dengan memanfaatkan hujan ini, umat manusia mulai bekerja. Ketika tanaman-tanaman tumbuh cukup besar sebagai makanan bagi anak-anak sapi, hujan mulai berhenti. Ini adalah hujan yang menandai dimulainya penghancuran kappa.
Jenis lainnya adalah, hujan deras yang turun jika kappa itu akan hancur oleh unsur air. Ini bukanlah hujan biasa, tetapi jenis hujan yang luar biasa, karena memiliki kekuatan yang bahkan dapat menghancurkan gunung karang menjadi debu.
Empat asaṅkheyyakappa di atas memiliki rentang waktu yang sama lamanya. Yang tidak dapat dihitung dalam satuan tahun. Itulah sebabnya disebut asaṅkheyyakappa (kappa yang tidak terhitung lamanya).Empat asaṅkheyyakappa ini membentuk satumahākappa.

Antara Kappa
Pada awal dari vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyyakappa (awal dari terbentuknya alam semesta) umat manusia hidup selama waktu yang tidak terhitung lamanya (asaṅkheyya). Seiring berjalannya waktu, mereka dikuasai oleh kotoran batin seperti lobha (keserakahan),dosa (kebencian), dan lain-lain dan sebagai akibatnya umur kehidupan mereka perlahan-lahan menurun hingga mencapai hanya sepuluh tahun. Periode penurunan umur kehidupan ini disebut hāyanakappa.
Sebaliknya, karena meningkatnya kondisi-kondisi yang luhur dari batin seperti mettā (cinta kasih), dan lain-lain, umur kehidupan manusia generasi berikutnya setahap demi setahap meningkat hingga waktu yang tidak terhitung lamanya. Periode peningkatan umur kehidupan sampai tidak terhingga ini disebut vaddhanakappa.
Demikianlah umur kehidupan manusia naik dan turun antara sepuluh tahun hingga tidak terhingga banyaknya tahun saat mereka mengembangkan kebajikan atau saat mereka dikuasaioleh kejahatan. Sepasang umur kehidupan ini, yang meningkat kemudian menurun, disebut antara kappa.

Tiga Jenis Antara Kappa
Pada awal dunia, saat umur kehidupan manusia menurun dari tidak terhingga menjadi sepuluh tahun, terjadi perubahan kappa. Jika penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya keserakahan, akan terjadi kekurangan makanan dan semua orang jahat binasa dalam tujuh hari terakhir sebelum berakhirnya kappa. Masa ini disebut dubbhikkhantara kappa atau kappa kelaparan.
Jika penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya kebodohan, akan terjadi wabah penyakit dan semua orang jahat akan binasa dalam tujuh hari terakhir sebelum berakhirnya kappa. Masa ini disebut rogantara kappa atau kappa penyakit.
Jika penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya kebencian, akan terjadi saling bunuh di antara sesama manusia dengan menggunakan senjata dan semua orang jahat akan binasa dalam tujuh hari terakhir sebelum berakhirnya kappa. Masa ini disebutsatthantara kappa atau kappa senjata.
(Menurut Visuddhimagga Mahāṭīkā, rogantara kappa disebabkan oleh meningkatnya keserakahan, satthantarakappa oleh meningkatnya kebencian dan dubbhikkhantarakappa oleh meningkatnya kebodohan; yang kemudian diikuti oleh binasanya orang-orang jahat).
Penamaan dari setiap pasang umur kehidupan ini—satu meningkat dan satu menurun—sebagai antarakappa dapat dijelaskan sebagai berikut: sebelum segalanya musnah, apakah oleh unsur api, air atau angin di akhir vivaṭṭaṭṭāyīasaṅkheyyakappa dan saat umur kehidupan manusia menjadi hanya sepuluh tahun, semua orang jahat binasa karena kelaparan, penyakit atau senjata. Sehubungan dengan pernyataan ini, di sini yang dimaksudkan adalah periode lanjut dari satu periode penghancuran total dengan periode penghancuran berikutnya.
Setelah bencana yang menimpa selama tujuh hari terakhir dari setiap antara kappa, sebutan rogantara kappa, satthantara kappaatau dubbhikkhantara kappa diberikan kepada periode bencana yang terjadi sebelum umur kehidupan sepuluh tahun (tidak berlaku di seluruh dunia, namun) hanya terbatas dalam wilayah tertentu seperti sebuah kota atau desa; jika terjadi wabah penyakit, disebut terjadi rogantara kappa di wilayah tersebut; jika terjadi peperangan, disebut terjadi satthantarakappa di wilayah tersebut; jika terjadi bencana kelaparan, disebut terjadi dubbhikkhantarakappa di wilayah tersebut. Pernyataan demikian hanyalah perumpamaan karena peristiwa yang terjadi dalam suatu wilayah mirip dengan yang terjadi di alam semesta
Pada akhir 64 antarakappa (masing-masing antara kappa terdiri dari sepasang kappa—menaik dan menurun),vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyyakappa pun berakhir. Karena tidak ada lagi makhluk hidup (di alam manusia dan alam surga) selamasaṁvaṭṭaasaṅkheyyakappa, saṁvaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa, dan vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa, kappa-kappa ini tidak termasuk dalam antara kappa yang terdiri dari sepasang kappa, menaik dan menurun. Tetapi harus dipahami bahwa masing-masingasaṅkheyya kappa ini, memiliki masa yang sama dengan vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa yaitu selama 64 antara kappa.

Āyu Kappa
Āyu kappa artinya adalah suatu masa yang dihitung berdasarkan umur kehidupan (āyu) dalam masa itu. Jika umur kehidupan adalah seratus tahun, maka satu abad adalah satu āyu kappa. Jika umur kehidupan adalah seribu tahun, satu millenium adalah satuāyukappa.
Ketika Buddha berkata, “Ānanda, Aku telah mengembangkan empat Iddhipada (yang mendasari kekuatan batin). Jika Aku menginginkan, Aku dapat hidup selama satu kappa atau kurang sedikit,” kappa yang dimaksud di sini harus dianggap āyu kappa, yang merupakan lamanya umur kehidupan manusia pada masa itu. Dijelaskan dalam Aṭṭhaka Nipāta dari Komentar Aṅguttara bahwa Buddha mengucapkan pernyataan tersebut untuk mengatakan bahwa Ia dapat hidup selama seratus tahun atau kurang sedikit jika Ia menginginkannya.
Namun Thera Mahāsīva, mengatakan bahwa, “āyukappa di sini harus dianggap mahākappa yang disebut bhaddaka,” (Ia berkata demikian karena ia berpendapat bahwa kamma yang menyebabkan kelahiran kembali dalam kehidupan terakhir Buddha memiliki kekuatan untuk memperpanjang umur kehidupannya selama tidak terhingga dan karena disebutkan dalam Tipiṭaka bahwaĀyupālaka-Phala Samāpatti, buah pencapaian yang mengondisikan dan mengendalikan proses batin pendukung kehidupan yang disebut āyusaṅkhara, dapat menghalau semua bahaya.) Namun pendapat Thera tersebut tidak diterima oleh para komentator.
Dari penjelasan di atas bahwa satu mahākappa terdiri dari empat asaṅkheyyakappa, dan satu asaṅkheyyakappa terdiri dari 84 antara kappa. Sehingga satu mahākappa sama dengan 256 antara kappa menurut perhitungan manusia.

C.  Terbentuk dan Kehancurannya Alam Semesta
Inilah kutipan dari Visuddhi magga (Bab XIII, 28-65) mengenai apa yang akan terjadi di akhir jaman, di masa yang akan datang, lama sekali setelah kemunculan Buddha terakhir pada siklus bumi sekarang ini yaitu Buddha Metteyya, ada suatu masa muncullah awan tebal yang menyirami seratus milyar tata surya (Kotisatasahassa cakkavalesu). Manusia bergembira, mereka mengeluar-kan benih simpanan mereka, dan menanamnya, tetapi ketika kecambah mulai tumbuh cukup tinggi bagi anak sapi untuk merumput, tiada lagi hujan yang turun setetespun sejak saat itu. Inilah yang dikatakan oleh Sang Buddha, ketika beliau mengatakan “Para bhikkhu pada suatu kesempatan yang akan datang setelah banyak tahun, banyak ratusan tahun, banyak ribuan tahun, banyak ratusan ribu tahun tidak turun hujan” (Anguttara Nikaya IV, 100). Para mahluk yang hidupnya bergantung dari air hujan menjadi mati dan terlahir kembali di alam Brahma, begitu juga para dewa yang hidupnya tergantung pada buah-buahan dan bunga.
Setelah melewati periode yang sangat panjang dalam kekeringan seperti ini, air mulai mengering disana sini, selanjutnya ikan dan kura-kura jenis tertentu mati dan terlahir kembali di alam Brahma, dan demikian juga para mahluk penghuni neraka, ada juga yang mengatakan para mahluk penghuni neraka mati dengan kemunculan matahari ketujuh (mati dan terlahir lagi di alam Brahma).
Dikatakan bahwa tak ada kelahiran di alam Brahma tanpa memiliki Jhana (tingkat konsentrasi dalam meditasi), dan beberapa diantara mereka karena terobsesi makanan (kelaparan), tak mampu mencapai Jhana. Bagaimana mungkin mereka dapat terlahir disana? Yaitu dengan Jhana yang mereka dapatkan sesudah terlahir di alam dewa dan melatih meditasi disana.
Sebenarnya seratus ribu tahun sebelum kiamat dewa dari alam sugati yang disebut Loka Byuha (world marshall) telah mengetahui bahwa seratus ribu tahun yang akan datang akan muncul akhir masa dunia (akhir kappa). Kemudian mereka berkeliling di alam manusia, dengan rambut dicukur, kepala tanpa penutup, dengan muka yang memelas, menghapus air mata yang bercucuran, memakai pakaian warna celupan, dengan keadaan pakaian semrawut mereka mengumumkan kepada manusia , “Tuan-tuan yang baik, seratus ribu tahun dari sekarang akan tiba pada akhir dunia (akhir kappa), dunia ini akan hancur, bahkan samudra pun akan mengering. Bumi ini dan Sineru raja semua gunung, akan terbakar habis dan musnah, kehancuran bumi akan merambat sampai ke alam brahma, kembangkanlah metta bhavana (meditasi cinta kasih) dengan baik, kembangkanlah karuna (belas kasihan), mudita(empathi) dan juga upekkha (keseimbangan batin, yaitu tidak marah bila dicela dan tidak besar kepala bila dipuji)rawatlah ibumu, rawatlah ayahmu, hormatilah sesepuh kerabatmu”.
Setelah para dewa dan manusia mendengar kata-kata ini mereka pada umumnya merasa bahwa suatu hal yang penting harus segera dilakukan, merekamenjadi baik terhadap sesama, dan membuat pahala (kusalakamma), melatih cinta kasih dan sebagainya, akibatnya mereka terlahir kembali di alam dewa, di sana mereka mendapatkan makanan dewa, kemudian melatih meditasi kasina dengan objek udara lalu mencapai Jhana.
Yang lainnya terlahir di alam dewa sugati (sense sphere) melalui kamma yang dipupuk dalam kehidupan sebelumnya (Aparapariya vedaniyena kammena), yaitu kamma yang akan berbuah dimasa mendatang. Sebab tidak ada makhluk hidup yang menjelajahi lingkaran kelahiran kembali tanpa memiliki simpanan kamma (baik maupun buruk) masa lampau yang akan berbuah di masa mendatang. Mereka pun mencapai Jhanadengan cara yang sama. Pada akhirnya semuanya akan terlahir kembali di alam brahma diantaranya melalui pencapaian Jhanadi alam dewa yang menyenangkan dengan cara ini. Setelah waktu yang lama sekali hujan tidak turun, matahari kedua muncul. Dan ini diterangkan oleh Buddha dengan diawali kata-kata, “Para Bhikkhu, ada masanya dimana... (Angguttara Nikaya IV, 100). Dan selanjutnya ada di dalam Satta Suriya Sutta.
Ketika matahari kedua telah muncul, tak bisa lagi dibedakan antara siang dan malam. Setelah matahari yang satu tenggelam yang lain terbit, dunia merasakan terik matahari tanpa henti, tetapi tidak ada dewa yang mengatur matahari pada waktu kehancuran kappa berlangsung seperti pada matahari yang biasa, (karena dewa matahari pun mencapai jhana dan terlahir kembali di alam brahma). Pada waktu matahari yang biasa bersinar awan kilat dan uap air berbentuk gelap memanjang melintasi angkasa, tetapi pada kehadiran matahari penghancur kappa angkasa sama kosongnya dengan cakram kaca jendela tanpa kehadiran awan dan uap air. Dimulai dengan anak sungai, air di semua sungai kecuali lima sungai terbesar menguap.
Setelah waktu yang panjang berlalu matahari ketiga muncul, setelah muncul matahari ketiga air dari semua sungai juga menguap.
Kemudian setelah lama berlalu demikian matahari keempat muncul dan tujuh danau besar yang menjadi sumber sungai-sungai terbesar yaitu Sihappapatta, Hamsapatana, Khannamundaka, Rathakhara, Anotata, Chaddanta dan Kunala juga ikut menguap.
Lama berlalu demikian, mucullah matahari kelima setelah muncul matahari kelima air yang tersisa di samudera tidak cukup tinggi untuk membasahi satu ruas jari tangan.
Kemudian di akhir periode itu munculah matahari keenam yang membuat seluruh dunia menjadi gas, semua kelembabannya telah menguap, seratus milyar tata surya yang ada disekeliling tatasurya kita sama nasibnya seperti tatasurya kita.
Setelah lama berlalu, akhimya matahari ketujuh muncul. Setelah munculnya matahari ketujuh, seluruh dunia (tatasurya kita) bersama dengan seratus milyar tatasurya yang lain terbakar. Walaupun puncak Sineru yang tingginya lebih dari seratus yojana juga ikut hancur berantakan dan lenyap di angkasa. Kebakaran bertambah besar dan menyerang alam dewa Catumaharajika, setelah membakar istana emas, istana permata dan istana kristal yang berada di sana, kebakaran merambat terus ke alam surga Tavatiṁsa dan naik terus ke alam Brahma Jhana Pertama.
Setelah membumi-hanguskan alam Brahma Jhana Kedua yang lebih rendah, api itu berhenti sebelum mencapai alam Brahma Abhassara. Selama masih ada bentuk walaupun seukuran atom, api itu tidak lenyap.Api itu hanya lenyap setelah semua yang berbentuk musnah terbakar, seperti api yang membakar ghee (lemak yang berasal dari susu) dan minyak, tidak meninggalkan debu.
Angkasa yang di atas dan di bawah sekarang menjadi satu dalam kegelapan yang mencekam yang meliputi alam semesta. Setelah suatu masa yang lama sekali berlalu, munculah awan yang sangat besar, pada mulanya hujan turun perlahan-lahan kemudian bagai bah turun tetesan yang lebih besar seperti tangkai teratai, seperti pipa, seperti antan, seperti tangkai palem, terus bertambah besar dam menyirami semua tempat yang bekas terbakar pada seratus milyar tata surya sampai menjadi terendam. Kemudian angin (energi) yang berada di bawah dan sekelilingnya muncul dan menekan serta membulatkannya, seperti butir air di daun teratai.Bagaimana mengkompres air yang berjumlah luar biasa banyaknya? Dengan membuat celah. Sebab angin membuat celah di sana-sini.
Dikarenakan tertekan oleh udara, menyatu dan berkurang, maka bentuknya mengecil pada waktu alam brahma yang lebih rendah muncul pada tempatnya dan tempat alam dewa yang lebih tinggi muncul lebih dahulu pada tempatnya setelah turun sampai batas tinggi sebelumnya (alam-alam dewa Catumaharajika dan Tavatiṁsa muncul bersamaan dengan munculnya bumi karena kedua alam tersebut terkait dengan bumi), angin yang kencang muncul dan menghentikan proses tersebut serta menahannya tetap pada posisi itu, seperti air pada teko yang di tutup lubangnya. Setelah proses itu selesai, humus yang penting muncul di atas permukaannya, yang memiliki warna, bau dan rasa seperti lapisan yang berada di atas permukaan tajin (berasal dari cucian beras). Kemudian para makhluk yang lebih awal terlahir di alam Brahma Abhassara turun dari sana oleh karena habisnya usia atau ketika kamma baik mereka (yang menopang kehidupan di sana) telah habis maka mereka terlahir kembali di sini, tubuh mereka bercahaya dan melayang layang di angkasa. Setelah memakan humus, mereka dikuasai oleh kemelekatan seperti yang di uraikan dalam Aganna Sutta (Digha Nikaya III 85).
Inilah pengertian mengenai kehancuran dan pembentukan kembali alam semesta oleh karena api.
Ada tiga macam kiamat dalam agama Buddha seperti yang tertulis di awal. Awal dari kehancurannya adalah sama, yaitu dengan munculnya awan besar yang menjadi awal. Perbedaannya adalah jika pada kehancuran karena api matahari kedua muncul maka pada kehancuran karena air muncullah awan kaustik yang maha besar (kharudaka).
Pada awalnya hujan muncul perlahan-lahan, kemudian sedikit demi sedikit bertambah besar sampai menyirami seratus milyar tata surya, setelah tersentuh air kaustik, bumi gunung dan sebagainya mencair dan semua air yang timbul ditunjang oleh angin (energi). Air merendam semua yang ada di bumi sampai alam Jhana Kedua terus naik hingga ke alam Jhana Ketiga yang lebih rendah dan berhenti sebelum sampai di alam Subhakinha. Air itu tak akan surut apabila ada benda yang bersisa walaupun hanya sebesar atom, dan hanya akan surut apabila semua benda yang berbentuk telah larut.
Awal dari semuanya yaitu angkasa yang di atas dan angkasa yang di bawah bersatu diselimuti kegelapan semesta yang mencekam, telah diterangkan perbedaannya yaitu pada kehancuran karena api alam maha brahma lebih dahulu muncul dan makhluk-makhluk terlahir dari alam Brahma Abhassara sedangkan pada kehancuran karena air para makhluk turun dari alam Subhakinhake alam Brahma yang lebih rendah dan ke alam-alam yang berada dibawahnya.
Periode munculnya awan besar yang mengawali kehancuran sampai surutnya air kaustik disebut satuasankheyya, periode surutnya air sampai munculnya awan pemulihan disebut satu asankheyya, periode munculnya awan pemulihan sampai... dan seterusnya, keempat asankheyya ini disebut satu maha kappa, inilah bentuk penghancuran kappa dengan air (zat cair)’
Kehancuran alam semesta yang disebabkan oleh angin mirip dengan air dan api, yaitu pertama munculah awan yang mengawali kehancuran kappa, tetapi ada perbedaannya, bila penghancuran karena api muncul matahari kedua, maka pada kehancuran yang disebabkan oleh angin muncullah angin (unsur gerak) yang menghancurkan kappa itu, pertama muncullah angin yang menerbangkan debu (flue) kasar kemudian flue halus lalu pasir halus, pasir kasar, kerikil, batu dan seterusnya kemudian sampai mengangkat batu sebesar batu nisan dan pohon-pohon besar yang tumbuh ditempat yang tak rata semua tertiup dari bumi ke angkasa luar dan tidak jatuh kembali ke bumi tetapi hancur berkeping-keping dan musnah.
Kemudian angin muncul dari bawah permukaan bumi dan membalikkan bumi melemparnya ke angkasa. Bumi hancur menjadi pecahan kecil-kecil berukuran seratus yojana, dua, tiga, empat, lima ratus yojana dan terlempar ke angkasa juga, hancur berkeping-keping lalu musnah. Gunung-gunung di tatasurya dan gunung Sineru tercabut ke luar angkasa, disana gunung-gunung ini saling bertumbukan hingga berkeping-keping lalu lenyap.
Dengan cara ini angin menghancurkan alam para dewa yang dibangun di bumi (di gunung Sineru) dan yang dibangun di angkasa, kekuatan angin itu meningkat terus dan menghancurkan keenam alam dewa yang penuh kebahagiaan indera, kamasugati (dari alam catumaharajika sampai ke alam paranimitavasavati), seratus milyar tatasurya ikut hancur juga. Tata surya bertumbukan dengan tata surya,Gunung Himalaya dengan Gunung Himalaya, Sineru dengan Sineru sampai hancur berkeping-keping dan musnah.
Angin menghancurkan dari bumi sampai alam brahma JhanaKetiga dan berhenti sebelum mencapaialamVehapphala yang berada pada alam Jhana Keempat. Setelah menghancurkan semuanya angin kembali mereda, kemudian semuanya kembali seperti yang sudah diterangkan sebelumnya. Angkasa yang di atas menjadi satu dengan angkasa yang di bawah dalam kegelapan yang mencekam dan alam yang kembali muncul pertama kali adalah alam Brahma Subhakinha.
Periode waktu awan besar awal kehancuran muncul sampai surutnya angin yang menghancurkan adalah satuasankheyyakappa, periode surutnya angin sampai munculnya awan pemulihan adalah satu asankheyyakappa juga dan seterusnya. Empat asankheyyakappa ini membentuk satu mahakappa, beginilah cara kehancuran yang disebabkan oleh angin.
Apakah yang menyebabkan kehancuran dunia seperti ini? Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tiga akarakusalakamma (perbuatan buruk) adalah penyebabnya, apabila salah satu akar akusalakamma lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh sebab itu.Contohnya bila lobha (keserakahan materi) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh api, bila dosa (kebencian) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh air, dan jika moha yaitu kegelapan batin yang disebabkan oleh ketidak mampuan seseorang membedakan yang baik dan yang buruk (bukan kebodohan dikarenakan tidak bersekolah) lebih menonjol maka dunia akan hancur oleh angin, ada juga yang beranggapan bila kebencian lebih menonjol dunia akan hancur oleh api, dan bila lobha yang lebih menonjol dunia akan hancur oleh air.
Sekuen penghancurannya yaitu, tujuh kali hancur oleh api, yang kedelapan hancur oleh air. setelah tujuh kali hancur oleh air tujuh kali lagi hancur oleh api, enam puluh tiga maha kappa telah berlalu dan pada kappa keenam puluh empat maka giliran angin yang menghancurkan sehingga alam Subhakhina juga ikut hancur di mana usia maksimumnya adalah tepat enam puluh empat kappa. Untuk lebih jelasnya demikian, sesuai dengan bunyi sutta, alam bereaksi sesuai dengan keadaan yang ada, “Dunia ini akan hancur oleh angin, air dan api …’ dan berlangsung sejak masa yang tak terhitung dan akan terus berlangsung tanpa dapat diketahui kapan akan berakhir. (Artikel oleh Sakkhadhammo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar