Sebelum kita
memasuki pembahasan mengenai kehancuran dan pembentukkan kembali alam semesta,
ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal hal-hal yang berkaitan dengan alam
semesta.
A. Lima Kolāhala
Kolāhala artinya seruan verbal yang dimulai oleh
beberapa orang yang mengatakan, “Ini akan terjadi.” Sebelum
peristiwa sebenarnya terjadi, muncul di antara orang-orang yang berkumpul dan
berbicara mengenai hal-hal yang akan terjadi dalam bahasa yang sama dan suara yang
bulat.
Kolāhala tepatnya
adalah seruan-seruan yang dilakukan dengan penuh kegembiraan oleh banyak orang
sebagai suatu pertanda sebelum hal sebenarnya terjadi. Bukan berarti, seperti
kegemparan yang terjadi di kota-kota atau di desa-desa yang meramalkan sesuatu
yang tidak benar.
Ada lima
jenis Kolāhala di dunia ini:
1) kappa-kolāhala
2) cakkavati-kolāhala
3) buddha-kolāhala
4) maṅgala-kolāhala
5) moneyya-kolāhala
1.
Kappa-kolāhala
Kolāhala yang
mengingatkan umat manusia akan hancurnya dunia disebut kappa-kolāhala.
Ketika saat hancurnya dunia sudah mendekat, dewa bernama Lokavyūha dari
alam kenikmatan indria (kamāvacara-dewa), dengan mengenakan pakaian merah, dan
rambut tergerai, mengusap air matanya, menyusuri jalan-jalan yang digunakan
oleh manusia dan berteriak dengan keras hingga terdengar oleh umat manusia di
segala penjuru, seratus tahun sebelum peristiwa sebenarnya terjadi.
“Teman-teman,
seratus tahun sejak hari ini, dunia akan hancur! Samudra raya akan mengering!
Bumi, Gunung Meru, semuanya akan terbakar dan hancur (jika dunia akan hancur
oleh api), akan terjadi banjir besar dan hancur (jika dunia hancur oleh air),
akan tertiup oleh badai angin dan hancur (jika dunia hancur oleh angin), dunia
akan hancur dimulai dari bumi dengan Gunung Meru dan samudra hingga Alam Brahmā!
Teman-teman, kembangkan cinta kasih (mettā), kembangkan welas asih (karuṇā),
kembangkan rasa bahagia atas kebahagiaan orang lain (muditā), kembangkan
ketenangseimbangan (upekkhā) yang merupakan sifat Brahmā! Layani
orangtuamu dengan penuh hormat! Berbuatlah kebajikan! Jangan gegabah!”Seruan
ini yang dilakukan sambil menangis keras disebutkappa-kolāhala.
2.
Cakkavatti-kolāhala
Kolāhala yang
muncul di alam manusia yang menyerukan bahwa “Seorang raja dunia akan muncul”
yang memerintah seluruh alam manusia di empat benua besar termasuk pulau-pulau
kecil di sekelilingnya yang berjumlah dua ribu, disebut cakkavatti-kolāhala.
Dewa penjaga
dunia (lokapāla), dari Alam Dewa Kāmāvacara, yang telah mengetahui
terlebih dahulu akan munculnya seorang raja dunia, menyerukan di jalan-jalan
dan tempat-tempat umum dan meneriakkan kepada umat manusia di segala penjuru
mengenai peristiwa yang akan terjadi seratus tahun mendatang.
“Teman-teman,
seratus tahun sejak hari ini, seorang raja dunia akan muncul di dunia
ini!”Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut cakkavatti-kolāhala.
3.
Buddha-kolāhala
Kolāhala yang
memberitahukan kepada umat manusia di dunia bahwa, “Seorang Buddha akan
muncul,” disebut Buddha-kolāhala. Para Brahmādari Alam Suddhāvāsa,
mengetahui terlebih dahulu mengenai peristiwa munculnya Buddha Yang Mahatahu,
mengenakan pakaian brahmā, perhiasan, dan mahkota, dengan gembira
menyusuri jalan-jalan dan tempat-tempat umum dan menyerukan kepada umat manusia
di segala penjuru.
“Teman-teman,
seribu tahun dari hari ini, seorang Buddha Yang Mahatahu akan muncul di dunia
ini!”Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut Buddha-kolāhala.
(Pernyataan
bahwa Buddha-kolāhala terjadi seribu tahun sebelum munculnya seorang Buddha,
harus mempertimbangkan umur kehidupan Buddha tersebut. Bodhisatta
Dīpankara, Kondañña, Maṅgala, dan lain-lain yang berumur panjang,
menikmati kehidupan istana selama sepuluh ribu tahun atau lebih, melepaskan
keduniawian, mempraktikkan dukkaracariya dan menjadi Buddha.
Buddha-kolāhala terjadi
di alam surga, dan karena kolāhala tersebut, para Dewa dan Brahmādi
seluruh sepuluh ribu alam semesta mendatangi Bodhisatta dewa dan
mengajukan permohonan. Setelah permohonan disetujui barulah Brahmā
Suddhāvasaturun ke alam manusia, menyusuri tempat-tempat umum dan menyerukan
ramalan ini. Oleh karena itu, bisa lebih dari seribu tahun, atau lebih dari
lima ribu tahun, mungkin sembilan atau sepuluh ribu tahun setelah Buddha-kolāhala ini
baru seorang Buddha yang berumur panjang muncul. Jadi, harus dipahami, bahwa
pernyataan “Buddha-kolāhala terjadi seribu tahun sebelum kemunculan
Buddha” tidak berlaku untuk semua Buddha. Namun hanya berlaku untuk
Buddha-Buddha yang berumur pendek seperti Buddha Gotama.
4. Maṅgala-kolāhala
Karena
keraguan akan arti dari Maṅgala (berkah), umat manusia berkumpul dan
mengartikan dengan caranya masing-masing, dan mengatakan “Ini disebut Maṅgala!,”
“Ini disebut Maṅgala!,” sehingga menimbulkan keributan, “Mereka bilang
ini Maṅgala.” Suara-suara perdebatan ini disebut Maṅgala-kolāhala. Brahmā
Suddhāvāsa yang telah mengetahui sebelumnya bahwa Buddha akan memberikan
khotbah yang menjelaskan tentang Maṅgala, mengetahui pikiran umat manusia
yang mencari kebenaran mengenai berkah, menyusuri tempat-tempat umum dan
menyerukan kepada umat manusia di segala penjuru dua belas tahun sebelum Buddha
memberikan khotbah-Nya.
“Teman-teman,
dua belas tahun sejak hari ini, Buddha akan memberikan khotbah Maṅgala!”
Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak keras disebut Maṅgala-kolāhala.
5.
Moneyya-kolāhala
Kolāhala sehubungan
dengan praktik pertapaan moneyya (latihan mulia) disebut moneyya-kolāhala (Penjelasan
mengenai praktik moneyya terdapat dalam kisah Thera Nālaka.) Brahmā
Suddhāvāsa yang telah mengetahui sebelumnya bahwa seorang bhikkhu di alam
manusia akan mendatangi Buddha untuk menanyakan mengenai pertapaan moneyya,
menyusuri tempat-tempat umum dan menyerukan kepada umat manusia di segala
penjuru tujuh tahun sebelum Buddha mengajarkan.
“Teman-teman,
tujuh tahun sejak hari ini, seorang bhikkhu akan mendatangi Buddha dan
menanyakan mengenai Dhammamoneyya!”Seruan ini yang dilakukan sambil berteriak
keras disebut moneyya-kolāhala.
Dari
kelima kolāhala tersebut terdapat salah satunya adalah mengenai
hancurnaya dunia (kappa-kolāhala), inilah yang akan dibahas pada tulisan ini.
B. Usia
Alam Semesta
“Para
Bhikkhu, jika ada sebuah batu cadas, panjang satu mil, lebar satu mil, tinggi
satu mil, tanpa ada retak atau cacat dan setiap seratus tahun ... (S.XV.5).
Menurut Tipiṭaka alam semesta ini melalui suatu proses pembentukan
dan kehancuran yang berulang-ulang dan berawal dari asal mula waktu yang
awalnya tak terpikirkan. Proses berulang tersebut sudah setua usia waktu itu sendiri
yang tak terbayangkan. Pembentukan yang terakhir adalah alam semesta yang kita
huni ini. Awal pembentukannya telah berlangsung selama lebih dari satu asaṅkheyya kappa yang
lampau.
Bumi telah
banyak kali hancur dan terbentuk kembali, siklus dari hancur, lalu terbentuk,
hingga hancur kembali disebut satu siklus dunia yang di Tipitaka disebut “maha
kappa”.
C. Kappa
Lamanya
satu kappa tidak dapat dihitung dalam satuan tahun. Misalnya ada
sebuah lumbung yang panjang, lebar dan tingginya masing-masing satu yojanā,
dan berisi penuh dengan biji mostar yang kecil-kecil. Anda membuang sebutir
biji tersebut satu kali dalam satu abad; semua biji itu akhirnya akan habis
dibuang, namun periode yang disebut kappa itu mungkin masih belum berakhir.
(Dari sini, disimpulkan bahwa kappa adalah suatu masa yang yang sangat lama
sekali).
1. Pembagian
Kappa
Kappa terdiri
dari enam bagian:
(1) mahākappa,
(2) asaṅkheyyakappa,
(3) antarakappa,
(4) āyu
kappa,
(5) hāyana
kappa, dan
(6) vaddhana
kappa.
Satu mahākappa terdiri
dari empat asaṅkheyyakappa, yaitu:
(1) kappa dalam
proses penghancuran (saṁvaṭṭa kappa),
(2) kappa dalam
saat proses penghancuran berlangsung (saṁvaṭṭaṭṭhāyī kappa),
(3) kappa dalam
proses pembentukan (vivaṭṭa kappa), dan
(4) kappa saat
proses pembentukan berlangsung (vivaṭṭaṭṭhāyī kappa).
Dengan kata
lain, empat asaṅkheyya kappa ini disebut:
1) saṁvuṭṭa
asaṅkheyyakappa,
2) saṁvaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya
kappa,
3) vivaṭṭa
asaṅkheyya kappa, dan
4) vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya
kappa
keempat kappaini
membentuk satu mahākappa.
Dari
empat asaṅkheyya kappatersebut, saṁvaṭṭa kappa adalah periode
yang dimulai sejak turunnya hujan yang luar biasa deras yang menandai
hancurnya kappa hingga padamnya api jika kappa itu hancur
oleh unsur api; atau hingga surutnya banjir jika kappaitu hancur oleh
unsur air; atau hingga redanya angin badai jika kappa itu hancur oleh
unsur angin.
Saṁvaṭṭaṭṭhāyīkappa adalah
periode yang dimulai sejak saat hancurnya alam semesta oleh unsur api, air atau
angin hingga turunnya hujan deras yang menandai terbentuknya alam semesta.
Vivaṭṭa kappa adalah
periode yang dimulai sejak turunnya hujan yang luar biasa deras yang menandai
pembentukan semesta baru hingga terbentuknya matahari, bulan, bintang-bintang,
dan planet-planet.
Vivaṭṭāṭṭhāyī
kappa adalah periode yang dimulai sejak munculnya matahari, bulan,
bintang-bintang, dan planet-planet hingga turunnya hujan deras yang menandai
dimulainya penghancuran alam semesta.
Jadi, ada dua
jenis kappa di mana hujan turun dengan luar biasa deras. Pertama,
hujan deras di seluruh alam semesta yang akan hancur. Kemudian dengan
memanfaatkan hujan ini, umat manusia mulai bekerja. Ketika tanaman-tanaman
tumbuh cukup besar sebagai makanan bagi anak-anak sapi, hujan mulai berhenti.
Ini adalah hujan yang menandai dimulainya penghancuran kappa.
Jenis lainnya
adalah, hujan deras yang turun jika kappa itu akan hancur oleh unsur air. Ini
bukanlah hujan biasa, tetapi jenis hujan yang luar biasa, karena memiliki
kekuatan yang bahkan dapat menghancurkan gunung karang menjadi debu.
Empat asaṅkheyyakappa di
atas memiliki rentang waktu yang sama lamanya. Yang tidak dapat dihitung dalam
satuan tahun. Itulah sebabnya disebut asaṅkheyyakappa (kappa yang
tidak terhitung lamanya).Empat asaṅkheyyakappa ini membentuk satumahākappa.
Antara Kappa
Pada awal
dari vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyyakappa (awal dari terbentuknya alam
semesta) umat manusia hidup selama waktu yang tidak terhitung lamanya (asaṅkheyya).
Seiring berjalannya waktu, mereka dikuasai oleh kotoran batin seperti lobha (keserakahan),dosa (kebencian),
dan lain-lain dan sebagai akibatnya umur kehidupan mereka perlahan-lahan
menurun hingga mencapai hanya sepuluh tahun. Periode penurunan umur kehidupan
ini disebut hāyanakappa.
Sebaliknya,
karena meningkatnya kondisi-kondisi yang luhur dari batin seperti mettā (cinta
kasih), dan lain-lain, umur kehidupan manusia generasi berikutnya setahap demi
setahap meningkat hingga waktu yang tidak terhitung lamanya. Periode
peningkatan umur kehidupan sampai tidak terhingga ini disebut vaddhanakappa.
Demikianlah
umur kehidupan manusia naik dan turun antara sepuluh tahun hingga tidak
terhingga banyaknya tahun saat mereka mengembangkan kebajikan atau saat mereka
dikuasaioleh kejahatan. Sepasang umur kehidupan ini, yang meningkat kemudian
menurun, disebut antara kappa.
Tiga Jenis
Antara Kappa
Pada awal
dunia, saat umur kehidupan manusia menurun dari tidak terhingga menjadi sepuluh
tahun, terjadi perubahan kappa. Jika penurunan ini disebabkan oleh
meningkatnya keserakahan, akan terjadi kekurangan makanan dan semua orang jahat
binasa dalam tujuh hari terakhir sebelum berakhirnya kappa. Masa ini
disebut dubbhikkhantara kappa atau kappa kelaparan.
Jika
penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya kebodohan, akan terjadi wabah
penyakit dan semua orang jahat akan binasa dalam tujuh hari terakhir sebelum
berakhirnya kappa. Masa ini disebut rogantara kappa atau kappa penyakit.
Jika
penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya kebencian, akan terjadi saling bunuh
di antara sesama manusia dengan menggunakan senjata dan semua orang jahat akan
binasa dalam tujuh hari terakhir sebelum berakhirnya kappa. Masa ini
disebutsatthantara kappa atau kappa senjata.
(Menurut Visuddhimagga
Mahāṭīkā, rogantara kappa disebabkan oleh meningkatnya
keserakahan, satthantarakappa oleh meningkatnya kebencian dan dubbhikkhantarakappa oleh
meningkatnya kebodohan; yang kemudian diikuti oleh binasanya orang-orang
jahat).
Penamaan dari
setiap pasang umur kehidupan ini—satu meningkat dan satu menurun—sebagai antarakappa dapat
dijelaskan sebagai berikut: sebelum segalanya musnah, apakah oleh unsur api,
air atau angin di akhir vivaṭṭaṭṭāyīasaṅkheyyakappa dan saat umur
kehidupan manusia menjadi hanya sepuluh tahun, semua orang jahat binasa karena
kelaparan, penyakit atau senjata. Sehubungan dengan pernyataan ini, di sini
yang dimaksudkan adalah periode lanjut dari satu periode penghancuran total
dengan periode penghancuran berikutnya.
Setelah
bencana yang menimpa selama tujuh hari terakhir dari setiap antara kappa,
sebutan rogantara kappa, satthantara kappaatau dubbhikkhantara
kappa diberikan kepada periode bencana yang terjadi sebelum umur kehidupan
sepuluh tahun (tidak berlaku di seluruh dunia, namun) hanya terbatas dalam
wilayah tertentu seperti sebuah kota atau desa; jika terjadi wabah penyakit,
disebut terjadi rogantara kappa di wilayah tersebut; jika terjadi
peperangan, disebut terjadi satthantarakappa di wilayah tersebut; jika
terjadi bencana kelaparan, disebut terjadi dubbhikkhantarakappa di
wilayah tersebut. Pernyataan demikian hanyalah perumpamaan karena peristiwa
yang terjadi dalam suatu wilayah mirip dengan yang terjadi di alam semesta
Pada akhir
64 antarakappa (masing-masing antara kappa terdiri dari
sepasang kappa—menaik dan menurun),vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyyakappa pun
berakhir. Karena tidak ada lagi makhluk hidup (di alam manusia dan alam surga)
selamasaṁvaṭṭaasaṅkheyyakappa, saṁvaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa, dan vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya
kappa, kappa-kappa ini tidak termasuk dalam antara kappa yang
terdiri dari sepasang kappa, menaik dan menurun. Tetapi harus dipahami
bahwa masing-masingasaṅkheyya kappa ini, memiliki masa yang sama
dengan vivaṭṭaṭṭhāyīasaṅkheyya kappa yaitu selama 64 antara
kappa.
Āyu Kappa
Āyu kappa artinya
adalah suatu masa yang dihitung berdasarkan umur kehidupan (āyu) dalam masa
itu. Jika umur kehidupan adalah seratus tahun, maka satu abad adalah satu āyu
kappa. Jika umur kehidupan adalah seribu tahun, satu millenium adalah satuāyukappa.
Ketika Buddha
berkata, “Ānanda, Aku telah mengembangkan empat Iddhipada (yang
mendasari kekuatan batin). Jika Aku menginginkan, Aku dapat hidup selama
satu kappa atau kurang sedikit,” kappa yang dimaksud di
sini harus dianggap āyu kappa, yang merupakan lamanya umur kehidupan
manusia pada masa itu. Dijelaskan dalam Aṭṭhaka Nipāta dari
Komentar Aṅguttara bahwa Buddha mengucapkan pernyataan tersebut untuk
mengatakan bahwa Ia dapat hidup selama seratus tahun atau kurang sedikit jika
Ia menginginkannya.
Namun Thera
Mahāsīva, mengatakan bahwa, “āyukappa di sini harus dianggap mahākappa yang
disebut bhaddaka,” (Ia berkata demikian karena ia berpendapat bahwa kamma yang
menyebabkan kelahiran kembali dalam kehidupan terakhir Buddha memiliki kekuatan
untuk memperpanjang umur kehidupannya selama tidak terhingga dan karena
disebutkan dalam Tipiṭaka bahwaĀyupālaka-Phala Samāpatti, buah
pencapaian yang mengondisikan dan mengendalikan proses batin pendukung
kehidupan yang disebut āyusaṅkhara, dapat menghalau semua bahaya.) Namun
pendapat Thera tersebut tidak diterima oleh para komentator.
Dari
penjelasan di atas bahwa satu mahākappa terdiri dari empat asaṅkheyyakappa,
dan satu asaṅkheyyakappa terdiri dari 84 antara kappa. Sehingga
satu mahākappa sama dengan 256 antara kappa menurut
perhitungan manusia.
C. Terbentuk dan Kehancurannya
Alam Semesta
Inilah
kutipan dari Visuddhi magga (Bab XIII, 28-65) mengenai apa yang akan terjadi di
akhir jaman, di masa yang akan datang, lama sekali setelah kemunculan Buddha
terakhir pada siklus bumi sekarang ini yaitu Buddha Metteyya, ada suatu masa
muncullah awan tebal yang menyirami seratus milyar tata surya (Kotisatasahassa
cakkavalesu). Manusia bergembira, mereka mengeluar-kan benih simpanan mereka,
dan menanamnya, tetapi ketika kecambah mulai tumbuh cukup tinggi bagi anak sapi
untuk merumput, tiada lagi hujan yang turun setetespun sejak saat itu. Inilah
yang dikatakan oleh Sang Buddha, ketika beliau mengatakan “Para bhikkhu pada
suatu kesempatan yang akan datang setelah banyak tahun, banyak ratusan tahun,
banyak ribuan tahun, banyak ratusan ribu tahun tidak turun hujan” (Anguttara
Nikaya IV, 100). Para mahluk yang hidupnya bergantung dari air hujan menjadi
mati dan terlahir kembali di alam Brahma, begitu juga para dewa yang hidupnya
tergantung pada buah-buahan dan bunga.
Setelah
melewati periode yang sangat panjang dalam kekeringan seperti ini, air mulai
mengering disana sini, selanjutnya ikan dan kura-kura jenis tertentu mati dan
terlahir kembali di alam Brahma, dan demikian juga para mahluk penghuni neraka,
ada juga yang mengatakan para mahluk penghuni neraka mati dengan kemunculan
matahari ketujuh (mati dan terlahir lagi di alam Brahma).
Dikatakan
bahwa tak ada kelahiran di alam Brahma tanpa memiliki Jhana (tingkat
konsentrasi dalam meditasi), dan beberapa diantara mereka karena terobsesi
makanan (kelaparan), tak mampu mencapai Jhana. Bagaimana mungkin mereka
dapat terlahir disana? Yaitu dengan Jhana yang mereka dapatkan
sesudah terlahir di alam dewa dan melatih meditasi disana.
Sebenarnya
seratus ribu tahun sebelum kiamat dewa dari alam sugati yang disebut Loka
Byuha (world marshall) telah mengetahui bahwa seratus ribu tahun yang akan
datang akan muncul akhir masa dunia (akhir kappa). Kemudian mereka
berkeliling di alam manusia, dengan rambut dicukur, kepala tanpa penutup,
dengan muka yang memelas, menghapus air mata yang bercucuran, memakai pakaian
warna celupan, dengan keadaan pakaian semrawut mereka mengumumkan kepada
manusia , “Tuan-tuan yang baik, seratus ribu tahun dari sekarang akan tiba pada
akhir dunia (akhir kappa), dunia ini akan hancur, bahkan samudra pun akan
mengering. Bumi ini dan Sineru raja semua gunung, akan terbakar habis dan
musnah, kehancuran bumi akan merambat sampai ke alam brahma,
kembangkanlah metta bhavana (meditasi cinta kasih) dengan baik,
kembangkanlah karuna (belas kasihan), mudita(empathi) dan
juga upekkha (keseimbangan batin, yaitu tidak marah bila dicela dan
tidak besar kepala bila dipuji)rawatlah ibumu, rawatlah ayahmu, hormatilah
sesepuh kerabatmu”.
Setelah para
dewa dan manusia mendengar kata-kata ini mereka pada umumnya merasa bahwa suatu
hal yang penting harus segera dilakukan, merekamenjadi baik terhadap sesama,
dan membuat pahala (kusalakamma), melatih cinta kasih dan sebagainya, akibatnya
mereka terlahir kembali di alam dewa, di sana mereka mendapatkan makanan dewa,
kemudian melatih meditasi kasina dengan objek udara lalu mencapai Jhana.
Yang lainnya
terlahir di alam dewa sugati (sense sphere) melalui kamma yang
dipupuk dalam kehidupan sebelumnya (Aparapariya vedaniyena kammena),
yaitu kamma yang akan berbuah dimasa mendatang. Sebab tidak ada
makhluk hidup yang menjelajahi lingkaran kelahiran kembali tanpa memiliki
simpanan kamma (baik maupun buruk) masa lampau yang akan berbuah di masa
mendatang. Mereka pun mencapai Jhanadengan cara yang sama. Pada akhirnya
semuanya akan terlahir kembali di alam brahma diantaranya melalui
pencapaian Jhanadi alam dewa yang menyenangkan dengan cara ini. Setelah
waktu yang lama sekali hujan tidak turun, matahari kedua muncul. Dan ini
diterangkan oleh Buddha dengan diawali kata-kata, “Para Bhikkhu, ada masanya
dimana... (Angguttara Nikaya IV, 100). Dan selanjutnya ada di dalam Satta
Suriya Sutta.
Ketika
matahari kedua telah muncul, tak bisa lagi dibedakan antara siang dan malam.
Setelah matahari yang satu tenggelam yang lain terbit, dunia merasakan terik
matahari tanpa henti, tetapi tidak ada dewa yang mengatur matahari pada waktu
kehancuran kappa berlangsung seperti pada matahari yang biasa, (karena dewa
matahari pun mencapai jhana dan terlahir kembali di alam brahma). Pada waktu
matahari yang biasa bersinar awan kilat dan uap air berbentuk gelap memanjang
melintasi angkasa, tetapi pada kehadiran matahari penghancur kappa angkasa
sama kosongnya dengan cakram kaca jendela tanpa kehadiran awan dan uap air.
Dimulai dengan anak sungai, air di semua sungai kecuali lima sungai terbesar
menguap.
Setelah waktu
yang panjang berlalu matahari ketiga muncul, setelah muncul matahari ketiga air
dari semua sungai juga menguap.
Kemudian
setelah lama berlalu demikian matahari keempat muncul dan tujuh danau besar yang
menjadi sumber sungai-sungai terbesar yaitu Sihappapatta, Hamsapatana,
Khannamundaka, Rathakhara, Anotata, Chaddanta dan Kunala juga ikut menguap.
Lama berlalu
demikian, mucullah matahari kelima setelah muncul matahari kelima air yang
tersisa di samudera tidak cukup tinggi untuk membasahi satu ruas jari tangan.
Kemudian di
akhir periode itu munculah matahari keenam yang membuat seluruh dunia menjadi
gas, semua kelembabannya telah menguap, seratus milyar tata surya yang ada
disekeliling tatasurya kita sama nasibnya seperti tatasurya kita.
Setelah lama
berlalu, akhimya matahari ketujuh muncul. Setelah munculnya matahari ketujuh,
seluruh dunia (tatasurya kita) bersama dengan seratus milyar tatasurya yang
lain terbakar. Walaupun puncak Sineru yang tingginya lebih dari seratus yojana juga
ikut hancur berantakan dan lenyap di angkasa. Kebakaran bertambah besar dan
menyerang alam dewa Catumaharajika, setelah membakar istana emas, istana
permata dan istana kristal yang berada di sana, kebakaran merambat terus ke alam
surga Tavatiṁsa dan naik terus ke alam Brahma Jhana Pertama.
Setelah
membumi-hanguskan alam Brahma Jhana Kedua yang lebih rendah, api itu
berhenti sebelum mencapai alam Brahma Abhassara. Selama masih ada bentuk
walaupun seukuran atom, api itu tidak lenyap.Api itu hanya lenyap setelah semua
yang berbentuk musnah terbakar, seperti api yang membakar ghee (lemak yang
berasal dari susu) dan minyak, tidak meninggalkan debu.
Angkasa yang
di atas dan di bawah sekarang menjadi satu dalam kegelapan yang mencekam yang
meliputi alam semesta. Setelah suatu masa yang lama sekali berlalu, munculah
awan yang sangat besar, pada mulanya hujan turun perlahan-lahan kemudian bagai
bah turun tetesan yang lebih besar seperti tangkai teratai, seperti pipa,
seperti antan, seperti tangkai palem, terus bertambah besar dam menyirami semua
tempat yang bekas terbakar pada seratus milyar tata surya sampai menjadi
terendam. Kemudian angin (energi) yang berada di bawah dan sekelilingnya muncul
dan menekan serta membulatkannya, seperti butir air di daun teratai.Bagaimana
mengkompres air yang berjumlah luar biasa banyaknya? Dengan membuat celah.
Sebab angin membuat celah di sana-sini.
Dikarenakan
tertekan oleh udara, menyatu dan berkurang, maka bentuknya mengecil pada waktu
alam brahma yang lebih rendah muncul pada tempatnya dan tempat alam dewa yang
lebih tinggi muncul lebih dahulu pada tempatnya setelah turun sampai batas
tinggi sebelumnya (alam-alam dewa Catumaharajika dan Tavatiṁsa muncul
bersamaan dengan munculnya bumi karena kedua alam tersebut terkait dengan
bumi), angin yang kencang muncul dan menghentikan proses tersebut serta
menahannya tetap pada posisi itu, seperti air pada teko yang di tutup
lubangnya. Setelah proses itu selesai, humus yang penting muncul di atas
permukaannya, yang memiliki warna, bau dan rasa seperti lapisan yang berada di
atas permukaan tajin (berasal dari cucian beras). Kemudian para makhluk yang
lebih awal terlahir di alam Brahma Abhassara turun dari sana oleh karena
habisnya usia atau ketika kamma baik mereka (yang menopang kehidupan di
sana) telah habis maka mereka terlahir kembali di sini, tubuh mereka bercahaya
dan melayang layang di angkasa. Setelah memakan humus, mereka dikuasai oleh
kemelekatan seperti yang di uraikan dalam Aganna Sutta (Digha Nikaya III 85).
Inilah
pengertian mengenai kehancuran dan pembentukan kembali alam semesta oleh karena
api.
Ada tiga
macam kiamat dalam agama Buddha seperti yang tertulis di awal. Awal dari
kehancurannya adalah sama, yaitu dengan munculnya awan besar yang menjadi awal.
Perbedaannya adalah jika pada kehancuran karena api matahari kedua muncul maka
pada kehancuran karena air muncullah awan kaustik yang maha besar (kharudaka).
Pada awalnya
hujan muncul perlahan-lahan, kemudian sedikit demi sedikit bertambah besar
sampai menyirami seratus milyar tata surya, setelah tersentuh air kaustik, bumi
gunung dan sebagainya mencair dan semua air yang timbul ditunjang oleh angin
(energi). Air merendam semua yang ada di bumi sampai alam Jhana Kedua
terus naik hingga ke alam Jhana Ketiga yang lebih rendah dan berhenti
sebelum sampai di alam Subhakinha. Air itu tak akan surut apabila ada
benda yang bersisa walaupun hanya sebesar atom, dan hanya akan surut apabila
semua benda yang berbentuk telah larut.
Awal dari
semuanya yaitu angkasa yang di atas dan angkasa yang di bawah bersatu
diselimuti kegelapan semesta yang mencekam, telah diterangkan perbedaannya
yaitu pada kehancuran karena api alam maha brahma lebih dahulu muncul dan makhluk-makhluk
terlahir dari alam Brahma Abhassara sedangkan pada kehancuran karena
air para makhluk turun dari alam Subhakinhake alam Brahma yang lebih
rendah dan ke alam-alam yang berada dibawahnya.
Periode
munculnya awan besar yang mengawali kehancuran sampai surutnya air kaustik
disebut satuasankheyya, periode surutnya air sampai munculnya awan pemulihan
disebut satu asankheyya, periode munculnya awan pemulihan sampai... dan
seterusnya, keempat asankheyya ini disebut satu maha kappa, inilah bentuk
penghancuran kappa dengan air (zat cair)’
Kehancuran
alam semesta yang disebabkan oleh angin mirip dengan air dan api, yaitu pertama
munculah awan yang mengawali kehancuran kappa, tetapi ada perbedaannya, bila
penghancuran karena api muncul matahari kedua, maka pada kehancuran yang
disebabkan oleh angin muncullah angin (unsur gerak) yang menghancurkan kappa
itu, pertama muncullah angin yang menerbangkan debu (flue) kasar kemudian flue
halus lalu pasir halus, pasir kasar, kerikil, batu dan seterusnya kemudian
sampai mengangkat batu sebesar batu nisan dan pohon-pohon besar yang tumbuh
ditempat yang tak rata semua tertiup dari bumi ke angkasa luar dan tidak jatuh
kembali ke bumi tetapi hancur berkeping-keping dan musnah.
Kemudian
angin muncul dari bawah permukaan bumi dan membalikkan bumi melemparnya ke
angkasa. Bumi hancur menjadi pecahan kecil-kecil berukuran seratus yojana, dua,
tiga, empat, lima ratus yojana dan terlempar ke angkasa juga, hancur
berkeping-keping lalu musnah. Gunung-gunung di tatasurya dan gunung Sineru
tercabut ke luar angkasa, disana gunung-gunung ini saling bertumbukan hingga
berkeping-keping lalu lenyap.
Dengan cara
ini angin menghancurkan alam para dewa yang dibangun di bumi (di gunung Sineru)
dan yang dibangun di angkasa, kekuatan angin itu meningkat terus dan
menghancurkan keenam alam dewa yang penuh kebahagiaan indera, kamasugati (dari alam
catumaharajika sampai ke alam paranimitavasavati), seratus milyar
tatasurya ikut hancur juga. Tata surya bertumbukan dengan tata surya,Gunung
Himalaya dengan Gunung Himalaya, Sineru dengan Sineru sampai hancur
berkeping-keping dan musnah.
Angin
menghancurkan dari bumi sampai alam brahma JhanaKetiga dan berhenti
sebelum mencapaialamVehapphala yang berada pada alam Jhana Keempat.
Setelah menghancurkan semuanya angin kembali mereda, kemudian semuanya kembali
seperti yang sudah diterangkan sebelumnya. Angkasa yang di atas menjadi satu
dengan angkasa yang di bawah dalam kegelapan yang mencekam dan alam yang
kembali muncul pertama kali adalah alam Brahma Subhakinha.
Periode waktu
awan besar awal kehancuran muncul sampai surutnya angin yang menghancurkan
adalah satuasankheyyakappa, periode surutnya angin sampai munculnya awan
pemulihan adalah satu asankheyyakappa juga dan seterusnya.
Empat asankheyyakappa ini membentuk satu mahakappa, beginilah cara kehancuran
yang disebabkan oleh angin.
Apakah yang
menyebabkan kehancuran dunia seperti ini? Seperti yang telah dijelaskan di atas
bahwa tiga akarakusalakamma (perbuatan buruk) adalah penyebabnya, apabila
salah satu akar akusalakamma lebih menonjol maka dunia akan hancur
oleh sebab itu.Contohnya bila lobha (keserakahan materi) lebih
menonjol maka dunia akan hancur oleh api, bila dosa (kebencian) lebih
menonjol maka dunia akan hancur oleh air, dan jika moha yaitu
kegelapan batin yang disebabkan oleh ketidak mampuan seseorang membedakan yang
baik dan yang buruk (bukan kebodohan dikarenakan tidak bersekolah) lebih
menonjol maka dunia akan hancur oleh angin, ada juga yang beranggapan bila
kebencian lebih menonjol dunia akan hancur oleh api, dan bila lobha yang
lebih menonjol dunia akan hancur oleh air.
Sekuen
penghancurannya yaitu, tujuh kali hancur oleh api, yang kedelapan hancur oleh
air. setelah tujuh kali hancur oleh air tujuh kali lagi hancur oleh api, enam
puluh tiga maha kappa telah berlalu dan pada kappa keenam puluh empat maka
giliran angin yang menghancurkan sehingga alam Subhakhina juga ikut hancur di
mana usia maksimumnya adalah tepat enam puluh empat kappa. Untuk lebih jelasnya
demikian, sesuai dengan bunyi sutta, alam bereaksi sesuai dengan keadaan
yang ada, “Dunia ini akan hancur oleh angin, air dan api …’ dan berlangsung
sejak masa yang tak terhitung dan akan terus berlangsung tanpa dapat diketahui
kapan akan berakhir. (Artikel oleh Sakkhadhammo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar